You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
WAKTU PELAYANAN KANTOR : SENIN - KAMIS PKL 07:30-15:30 WITA, JUMAT PKL 07:30-12:00 WITA detail

Sejarah Desa

Administrator
Dilihat 2.432 Kali
26 Agustus 2016

Sebelum mengutarakan asal usul Desa Punggul terlebih dahulu kami mohon maaf kepada semua pihak, terutama kepada para Warih Sri Narayana Kresna Kepakisan Dawuh Bale Agung, khususnya warih Ida I Gusti Ngurah Dawuh Sakti yang ada di Puri Punggul, Puri Taman, dan Puri Gerana apabila dalam uraian kami terdapat kesalahan atau ketidak cocokan karena disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dalam penyusunan sejarah serta sumber – sumber buku yang dipakai sangat terbatas.

Disamping itu kami menghaturkan terimakasih kepada Pengelingsir Puri Punggul yang telah memberi keterangan serta bukti–bukti peninggalan sejarah yang berkaitan dengan berdirinya Desa Punggul.


Om Swastyastu

Atas Aung Kerta Waranugraha Ida Sanghyang Widhi Wasa, semoga kami tidak mendapatkan mara bahaya dan rintangan serta upadrawa dai Ida Betara Betari yang sudah tenang bersemayam dialam sunia menghadap Ida Sang Hyang Parama Wisesa. Semoga beliau berkenan memberikan bimbingan/pewisik suci dalam menyusun Sejarah Desa sehingga dapat dikenang oleh genersi penerus demi keharuman Desa Punggul.

Pada jaman dahulu kurang lebih abad ke-17 Warih Sri Kresna Kepakisan Dauh Bale Agung yang berkuasa di Abiansemal adalah I Gusti Ngurah Dawuh Sakti yang juga merupakan wilayah Mengwi. Selama beliau berkuasa di Abiansemal masyarakat menunjukan rasa bakti, selalu menghormati dan tunduk kepada pemerintahan, sehingga keadaan masyarakat di Abiansemal aman dan temtram. Sebagai rasa bakti masyarakat Abiansemal, setiap banjar menghaturkan seorang istri seperti dari banjar meranggi,Baluan, Poh dan Guming. Dalam menjalankan pemerintahan beliau dibantu oleh putranya antara lain : I Gusti Ngueah Made Dawuh, dengan menjalin hubungan dengan tetangga Singa Sari (Blahkiuh sekarang), yang berkuasa pada saat itu adalah I Gusti Ngurah Agung Singasari. Pada saat I Gusti Ngurah Singasari menyerang payangan , beliau meminta bantuan kepada I Gusti Ngurah Dawuh Sakti dari Abiansemal. Dalam peperngan yang terjadi saat itu sangat dahsyat sekali yang mengakibatkan gugurnya I Gusti Agung Singasari sedangkan I Gusti Dawuh Sakti Kembali ke Abiansemal dalam keadaan Selamat.

Keadaan ini diketahui oleh Kerajaan Mengwi, sehingga timbul rasa tidak percaya, kesal, keewa kepada I Gusti Ngurah Dawuh Sakti. Sebagai puncak kekesalan tepat pada saat I Gusti Ngurah Dawuh Sakti melaksanakan upacara piodalan 42 hari di Pura Desa Abiansemal timbul ketersinggungan dengan Mengwi gara – gara sambungan ayam sehingga terjadilah perang yang sangat dahsyat. Dengan pasukan dari mengwi antara lain : Kapal, Kaba – kaba, Lukluk menyerang Abiansemal sehingga perangpun terjadi disekitar Puri Abiansemal. Kemudian bergeser sampai timur laut sampai wilayah Geriya Subuk Abiansemal. Dalam perang tersebut banyak rakyat yang meninggal sampai darah banyak yang bergenang (makembengan), sehingga tempat tersebut sampai saat ini dikenal dengan Sema / Setra Kembengan. Untuk menghindari semakin banyaknya masyarakat meninggal maka I Gusti Ngurah Dawuh Sakti menyerahkan diri dengan member tahu pusat kematian beliau, sehingga gugurlah beliau sebagai seorang kesatria dalam menyelamatkan masyarakat Abiansemal dari kebrutalan Mengwi.

Selanjutnya Putra – putra beliau antara lain I Gusti Ngurah Made Dawuh dan I Gusti Nyoman Dawuh sebelum meninggalkan Abiansemal sempat menitipkan dan menyerahkan untuk dijaga keutuhan Pura Batur Kepada I Gusti Tan Kaur selama beliau belum kembali dari perantauan menuju daerah Padang Tegal Ubud Gianyar.

Atas seijin Rja Sukawati I Gusti Ngurah Made Dawuh bersama saudaranya membuat tempat tinggal / Puri di Padang Tegal, yang kemudian dikenal dengan Puri Taman Padang Tegal. Selama di Padang Tegal selalu menunjukkan sikap santun dan hormat kepada siapa saja, terutamanya terhadap Raja Sukawati. Dengan perilaku tersebut I Gusti Ngurah Made Dawuh tidk ada rasa was – was tentang keamanan dan kenyamanan dalam kehidupan, malahan masyarakat di Padang Tegal khususnya Kelompok Padang Kerta menunjukkan rasa bakti kepada I Gusti Ngurah Made Dawuh. Ini dialami selama bertahun – tahun bersama saudarany, tetapi karena kehendak Maha Kuasa, tiba – tiba timbul rasa saling tidak percaya yang menyebabkan dari pihak Raja Sukawati mengera kan paramanca, Prajurit, secara tiba – tiba pada malam hari yang gelap gulita menyerang I Gusti Ngurah Made Dawuh yang menyebabkan perutnya terluka sampai terurai (embud), dalam keadaan terluka parah beliau mengambil baju perang untuk menutupi luka dan kemudian dibalut dengan sabuk, dan pada malam itu juga beliau bersama saudaranya meninggalkan Desa Padang Tegal menuju arah barat, karena ingin kembali ke Abiansemal. Namun dalam perjalanan I Gusti Nyoman Dawuh mendapatkan tempat strategis dan tertarik untuk membangun suatu tempat tinggal, maka dibangunlah Puri, yang sampai sekarang dikenal dengan Puri Taman, dengan wilayahnya disebut dengan Desa Taman. Untuk mengingatkan kembali Puri Taman Padang Tegal yang dibangun di Desa Padang Tegal Gianyar. Seadngkan I Gusti Ngurah Made Dawuh melanjutkan perjalanan ke barat sambil menahan rasa sakit akibat tusukan di perut akibat membela kebenaran menghadapi Raja Sukawati. Dengan telah diikat menggunakan baju dan sabuk mampu bertahan sampai mendapatkan tempat beristirahat. Ditempat inilah dibangun tempat / turuas lumbung untuk digunakan menaruh pusaka / pajenengan seperti keris, tombak dan yang lainnya.

Mengingat tempat ini kurang nyaman yang diakibatkan setiap malam kedengaran suara – suara gaib / bunyi ngawang – ngawang, maka tempat itu kemudian diberi nama bengawang, sedangkan tempat untuk menaruh senjata / pajenengan, dibangun Pura yang kemudian dikenal denga Pura Pajenengan. Kemudian I Gusti Ngurah Made Dawuh meninggalkan tempat itu dengan melanjutkan perjalanan kearah selatan sampai di sebali, namun karena kurang tertarik akhirnya belau kembali ke utara dan mendapatkan tempat baik untuk dibangun tempat tinggal. Hal ini diketahui oleh Raja Mengwi, dan oleh raja direstui tempat itu dibangun sebuah desa yang diberinama Desa Punggul. Dengan puri punggul yangmana dapat diartikan bahwa Desa Punggul berasal dari kata Punggel atau pemberian Raja Mengwi yang dipotong yang mana pada awalnya Raja Mengwi memberikan wilayah ke utara sampai Palak Samuan. Namun oleh I Gusti Ngurah Made Dawuh dengan tidak mengurangi rasa hormat krpada Raja Mengwi pemberian Rja tidak seluruhnya diambil namun dipotong / di punggel diperbatasan Desa Selat. Bagian potongan wilayah yang titempati disebut dengan Desa Punggul. Dalam perjalanan pengucapan “ E” menjadi “U” sehingga kata Punggel berubah menjadi Punggul.

Adapula persi lain yang menyebutkan bahwa Desa Punggul berasal dari kata Pe–Unggul yang lama kelamaan pengucapannya berubah menjadi Punggul yang artinya I Gusti Ngurah Dawuh Sakti mengalami keunggulan dalam menjalankan kekuasaannya di Abiansemal.

Demikian sekilas berdirinyaDesa Punggul, dan demi kesempurnaan, kritik dan saran yang sifatnya kontruktip tetap diharapkan kita semua.